Rabu, 29 Oktober 2008

Belajarlah dari Jepang!

Seperti yang kita ketahui saat ini bangsa Jepang menjadi bangsa yang top markotob dalam segala hal, terutama dari bidang industri otomotif dan elektronik. Saat ini dalam hal teknologi, pendidikan, sarana dan prasarana umum Jepang dibandingkan dengan Indonesia bagaikan danau dan samudra, ketertinggalan kita bangsa Indonesia sudah terlalu jauh. Jepang bagaikan jet yang melesat dengan cepat ke angkasa, sedangkan saat ini Indonesia masih dalam proses belajar bagaimana mengendarai mobil.

Timbul rasa ingin tahu kenapa Jepang bisa melaju secepat itu, padahal dulunya mereka hanyalah bangsa yang miskin, menderita dan melarat terlebih lebih setelah peristiwa bom Hiroshima dan Nagasaki dan gempa besar di Tokyo.

Beberapa sifat dari bangsa Jepang yang sewajarnya kita contoh atau setidaknya kita pikirkan.

BELAJAR DAN BEKERJA KERAS.
Jangan pernah berani menantang orang Jepang dalam hal bekerja keras, mereka terkenal dengan bangsa yang workaholic tiada hari tanpa bekerja. Badan mereka seperti sudah terhipnotis untuk selalu bergerak, bekerja, berpikir dan selalu berkarya. Jangan diam atau bengong, karena bengong sama dengan bodoh, dan bodoh sama dengan tidak terpakai alias tidak produktif. Kalau didalam perusahaan ada karyawan yang tidak produktif anda pasti sudah tahu bukan akan dia akan bernasib apa.

Mungkin di Indonesia pulang kerja tepat waktu pada sore hari itu merupakan hal yang wajar, melainkan di Jepang itu merupakan sesuatu hal yang memalukan, karena itu menandakan bahwa pegawai itu “tidak dibutuhkan”di perusahaan tempat dia bekerja.

Beberapa perusahaan Jepang di Batam ini juga kurang lebih menerapkan prinsip yang sama dengan negeri asalnya, sangat disiplin. Namun terkadang mereka mengurangi tingkat kedisiplinan bagi perusahaan mereka yang di Indonesia, selain karena harus mengikuti peraturan tenaga kerja di Indonesia juga karena perbedaan tingkat ketahanan fisik dan mental para karyawan Indonesia. Bagi yang sudah mempunyai pengalaman bekerja dengan orang Jepang pasti sudah tahu rasanya. Rasanya seperti romusha pada zaman penjajahan dulu.

Demikian juga halnya didalam dunia pendidikan, para siswa/i sangat candu untuk belajar. Sepulang sekolah jarang sekali kita menemukan para pelajar di mall ataupun tempat nongkrong anak muda, semuanya pada belajar dirumah.

Dulu teman saya orang Singapore yang berprofesi sebagai tenaga pengajar Bahasa Inggris sempat mengajar disana, bulan pertama dia bekerja disana langsung jatuh sakit akibat kecapekan. Dikarenakan setiap kali dia mengajar siswanya selalu minta waktu tambahan, jika 1 kali pertemuan waktunya 2 jam, maka siswanya akan minta tambah 3 jam lagi, dan siswanya mau bayar patungan untuk beli makan siang gurunya. Fantastic….!

Coba bandingkan dengan pelajar Indonesia, malah akan terjadi sebaliknya mereka akan mau membayar asalkan pulang cepat, apalagi kalau gurunya tidak masuk (absen) wah…senang sekali, satu kelas langsung bersorak ria…..

Di kampus kampus di Indonesia, seorang dosen mungkin sangat jarang bekerja sesuai dengan jam kerjanya, datang sebentar, kasih lembar fotokopi sama mahasiswanya kemudian pergi entah kemana, demikian juga mahasiswanya bersorak kegirangan.

Beda halnya dengan Jepang, seorang dosen sudah terbiasa pulang pagi dari kampus begitu juga dengan para mahasiswanya. Tiada waktu untuk bersantai ria.

Mungkin anda pernah dengar di Jepang ada seorang anak yang mati karena kecapekan belajar, dan juga fenomena Karoshi yang mati karena kecapekan bekerja. Di Indonesia terjadi sebaliknya, seorang pengangguran bisa mati karena kebanyakan “tidur” dirumah.

MALU ATAS KEGAGALAN.
Pernah dengar kata Harakiri? Istilah itu dipakai oleh para samurai jika kalah dalam pertempuran atau gagal melaksanakan tugas maka dia akan bunuh diri dengan cara menusukkan pedang ke tubuhnya.

Sebenarnya tradisi itu sampai sekarang masih tetap terpelihara, namun nilainya mungkin sudah agak sedikit bergeser, di dunia pekerjaan seorang karyawan bisa saja mengundurkan diri secara tiba tiba, bukan karena diterima kerja ditempat lain melainkan karena gagal menjalankan tugas, tidak mencapai target penjualan, berbuat kesalahan, dll.

Sedangkan di dunia pendidikan seorang siswa dulu pernah ada yang bunuh diri dengan cara melompat dari atas gedung dikarenakan oleh nilai raportnya. Bukannya nilainya jelek atau merah, melainkan karena semester sebelumnya dia juara I dan semester yang sekarang dia cuma mendapat juara III.

Dalam hal ini penulis bukannya mengajak pembaca untuk resign dari tempat kerja jika anda gagal bekerja, atau bunuh diri karena dapat nilai jelek, hanya saja cuma mencoba menggambarkan bagaimana besarnya rasa tanggung jawab bangsa Jepang atas profesi dan tugas yang diembannya, meskipun tindakan yang mereka ambil agak sedikit “kelewatan” menurut kita, tapi bagi mereka itu wajar wajar saja.

HEMAT.
Dulu saya pernah membaca sebuah kisah nyata antara 2 orang pendatang yang bekerja di Amerika, satu orang dari Jepang dan yang satunya lagi orang Indonesia dari Jakarta. Mereka bekerja di perusahaan yang sama dan berpenghasilan yang sama. Tapi tinggal di tempat yang berbeda. Si Indonesian tinggal di apartemen yang mewah, didalamnya lengkap dengan perabot dan alat alat elektronik yang mahal. Sedangkan si Jepang hanya tinggal di kamar kontrakan disebuah rumah, isi kamarnya hanya kasur, lemari dan sebuah radio butut. Dia pergi kekantor hanya dengan berjalan kaki, tidak seperti si Indonesian yang sudah membeli mobil kreditan yang baru.

Mungkin anda heran kenapa si Jepang ini berbuat hal bodoh demikian, itu dikarenakan oleh sifat hemat mereka yang sudah turun temurun. Dalam kenyataan kasus diatas jawabannya akan anda temukan di rekening bank mereka. Rekening si Indonesian ini hanya berisikan uang untuk biaya sampai akhir bulan ini, tapi rekening si Jepang luar biasa. Jika dicairkan semua sanggup untuk biaya hidupnya seumur hidup tanpa bekerja. Bahkan jika hidup berkeluarga sekalipun.

Saya juga pernah baca di salah satu artikel tentang masyarakat Jepang, kalau di Jepang sana seorang ibu rumah tangga rela naik sepeda ke supermarket yang 3 kali lebih jauh dari supermarket dekat rumahnya hanya karena harganya lebih murah 20 yen. Mereka juga lebih memilih naik kereta api listrik atau sepeda kekantor meskipun mereka mampu untuk membeli sebuah mobil.

Sekarang coba anda bandingkan dengan sifat masyarakat Indonesia, baru punya duit sedikit aja sudah langsung pergi ke shopping ke Singapore ataupun gonta ganti HP setiap bulannya, belum lagi kredit barang sana sini, padahal kalau rekening tabungannya dicek, mungkin uang yang didalamnya hanya sanggup untuk biaya hidup 3 hari. Jika sewaktu waktu dipecat dari tempat bekerja maka bersiap siaplah untuk hidup menderita, sungguh menyedihkan.

TUKANG CONTEK.
Eit….jangan mikir negatif dulu, mencontek disini bukan berarti mencontek seperti pada umumnya, dimana lihat – tiru – buat. Namun dalam hal ini bangsa Jepang menerapkan prinsip ATM : Amati, Tiru, dan Modifikasi. Atau istilah kerennya dikenal dengan IMPROVISASI / INOVASI.

TV yang anda tonton saat ini, HP yang anda pegang saat ini, mobil atau sepeda motor yang anda kendarai saat ini bukanlah asli ciptaan Jepang, mereka hanya mencontek dari penemu aslinya yang mayoritas dari kalangan Bule. Namun mereka bukan sembarang mencontoh, melainkan memodifikasinya, membuatnya lebih indah dipandang mata, lebih ringan, lebih mudah digunakan, dan yang luar biasanya mereka bisa menjualnya dengan harga yang lebih murah.

SUKA MEMBACA
Jika anda masuk ke kereta api, pergi ketaman, duduk di antrian, anda mungkin merasa suasananya begitu kaku karena semua orang pada diam membaca, mereka tidak pernah menyia nyiakan waktu yang ada dengan percuma, waktu mengantri di bank mereka gunakan untuk membaca. Mereka lebih suka menunggu dengan membaca daripada bercakap cakap seperti layaknya orang Indonesia. Sejak kecil anak anak sudah diajarkan untuk rajin membaca, oleh karena itu di Jepang ada buku pelajaran yang namanya komik pendidikan, yaitu buku pelajaran yang dikemas dalam bentuk komik sehingga anak anak tidak akan bosan dan akan tertarik untuk membacanya.
__________________

Label:

Jumat, 24 Oktober 2008

Memperkokoh Fondasi Personal

Dalam sebuah tanya jawab di televisi, ada penelpon yang meresahkan kondisi masyarakat di mana kejahatan telah mengubah citra bangsa yang dikenal peramah; epidemi KKN yang tidak dapat diberangus oleh kekuasaan; professionalitas dan etos kerja produktif hanya sebuah human talk, bukan human commitment. “Padahal, kata si penelpon, kurang apa lagi kita, warisan budaya leluhur telah banyak mengajarkan pemahaman berbasis agama maupun pengetahuan, di samping juga negeri ini subur dan kaya sumber daya”. Intinya, penelpon tadi menanyakan dimanakah letak Pancasila dalam kehidupan bangsa ini.

“Benar, kata sang nara sumber menanggapi pertanyaan tersebut, tetapi memang masih ada kelemahan mendasar di tingkat gaya hidup masyarakat di mana sumber-sumber nilai masih dipahami secara parsial. Manajemen hanya dipahami ketika di dalam kantor, leadership hanya di politik, Tuhan hanya disanjung ketika di tempat ibadah, dan Pancasila saat upacara. Inilah split personality, kepribadian yang tanpa format, kocar-kacir. Oleh karena itu perlu dicanangkan kampanye budaya gaya hidup sinergis dan integrative melalui program pemberdayaan”. Sayangnya, nara sumber tadi tidak diberi waktu untuk menjelaskan apa itu gaya hidup sinergis atau integrative dan bagaimana memulainya.


Tujuan Hidup

Pada umumnya kelemahan mendasar dari gaya hidup di sejumlah negara berkembang dan terbelakang adalah individu atau pribadi yang tidak memiliki tatanan personal yang kokoh dan lebih banyak menggunakan senjata blaming others atau kambing hitam, menuding pihak lain sebagai penyebab kekacauan, cenderung menunggu kebijakan atau undang-undang dari penguasa, sehingga perubahan di tingkat individu ke arah yang lebih baik sulit tercipta. Padahal jika saja individu mau menyadari bahwa akan selalu ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi suatu kondisi terburuk sekalipun, maka menuding pihak lain sebagai penyebab kekacauan mungkin dapat dihindarkan.

Ralp Marston dalam artikel yang berjudul Choose Your Response (Greatday 2001), menulis, “selalu tersisa pekerjaan yang bisa anda lakukan sebagai bagian dari solusi dalam keadaan apapun”. Intinya ia mau mengatakan bahwa pasti ada sesuatu yang bisa anda lakukan untuk memperbaiki hidup anda sendiri. Kampanye nasional budaya gaya hidup sinergis dan integrative mungkin hanya merupakan kewenangan penguasa dan mungkin membutuhkan dana besar yang saat ini sangat sulit diperoleh. Oleh karena itu, mungkin saja penantian terhadap kampanye tersebut, kebijakan atau perpu hanya merupakan pekerjaan yang sia-sia. Dengan kondisi demikian maka anda sebaiknya tidak menunggu apapun atau siapa pun untuk memperbaiki hidup anda. Mulailah dari dalam diri sendiri dan lakukan sekarang juga. Bentuklah tatanan pribadi anda dengan baik sehingga andamenjadi pribadi yang tahan uji dan mampu keluar dari berbagai krisis yang menimpa.

Pertanyaannya adalah apa yang dapat dijadikan dasar untuk memperkokoh tatanan pribadi atau pondasi personal dan darimana harus memulainya? Jawabnya adalah dengan memiliki rumusan tentang tujuan hidup yang dipahami sebagai gaya hidup, komitmen atau karakter pribadi.

Definisi

Dalam prakteknya, tujuan hidup diletakkan dalam satu keranjang sampah dengan khayalan, mimpi dan akivitas. Oleh karena itu anda perlu memahami definisi yang membedakannya secara jelas. Dalam Reader’s Digest Oxford Dictionary dijelaskan bahwa goal (tujuan) adalah obyek personal yang menjadi sasaran utama suatu usaha atau cita-cita. Goal is destination, kawasan dimana kaki anda mendarat. Sementara dream (khayalan atau lamunan) adalah suatu gambar atau peristiwa yang melintas di alam fantasi pikiran anda – bukan sasaran [ Hillary Jones and Frank Gilbert, dalam Choosing Better Life, Oxford 1999]. Sementara aktivitas merupakan media dari goal atau destination. contoh: keberangkatan anda ke bandara untuk mereservasi tiket dengan memilih pesawat tertentu adalah aktivitas dan kota dimana anda akan berhenti itulah yang menjadi tujuan.

Mengacu pada definisi di atas segera anda dapat menyimpulkan bahwa nilai hidup seluhur apapun ketika masih dipahami sebagai dream, maka tentu saja ia tidak bisa bekerja mengubah konstruksi realitas. Begitu juga aktivitas. Sangat mustahil membawa rumusan Paretto tentang kerja cerdas di mana 20 % effort mestinya menghasilkan 80 % required result ke dalam budaya kerja anda, selama anda memahami aktivitas sebagai tujuan.

Alasan Mendasar

Ada tiga alasan mendasar, mengapa rumusan tentang tujuan hidup perlu anda miliki yaitu: kontrol diri, umpan daya tarik, dan sinergi kekuatan. Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang muncul secara tiba-tiba baik dari dalam atau ajakan dari luar, sesuatu yang mestinya tidak memiliki hubungan apapun dengan apa yang benar-benar anda inginkan tetapi menyita banyak energi, waktu dan pikiran. Itulah distraksi – sesuatu yang menggoda anda meninggalkan perhatian pada tujuan. Oleh karena itu diperlukan kontrol diri.

Jika anda menyaksikan dunia ini bekerja, mengapa orang kaya malah gampang mendapat kekayaan, orang pintar gampang mendapat kedudukan, dst. Bukan nasib dalam pengertian gift tetapi daya tarik dalam makna achievement. Bahkan mengapa orang yang sudah jahat merasa kesulitan untuk berbuat baik meskipun hanya dengan senyuman yang gratis? Tujuan yang telah anda rumuskan untuk membidik satu objek akan menarik anda secara ‘tersembunyi’ ke arah yang anda maksudkan. Dengan satu syarat: setelah anda memiliki persiapan sempurna untuk menerimanya!

Semua orang menggantungkan harapan kepada dunia yang bisa dikatakan sama: hidup terhormat, memiliki kemakmuran, meninggalkan warisan yang cukup, dan mati masuk surga. Sama sekali tidak salah dengan harapan itu, sebab semua manusia sudah diberi potensi dasar untuk mencapainya. Anda memiliki imajinasi, pikiran, tindakan, dan perangkat lain. Tetapi persoalannya, bagaimana menyatukan perangkat tersebut menjadi satu kekuatan utuh untuk mencapai sasaran? Tujuan yang telah anda rumuskan akan menjadi media efektif bagi anda untuk menyatukan seluruh kekuatan yang anda miliki.

Merumuskan

Dari sekian banyak referensi tekhnis tentang cara merumuskan tujuan hidup, anda dapat mengacu pada formula berikut:


1. Konseptualisasi


Mulailah dengan menyusun rumusan secara tertulis tentang apa yang benar-benar anda inginkan. Rumusan tersebut selain tertulis di atas kertas putih, kertas pikiran, juga dinyatakan ke dalam bentuk kalimat positif. Lukislah tujuan anda dengan imajinasi untuk memberi otak kanan anda bekerja secara adil.


2. Keterkaitan Rasional


Rumusan tersebut harus memiliki keterkaitan rasional dengan kemampuan dan keberadaan anda saat ini. Sebab jika tidak, akan muncul masa frustrasi yang melelahkan. Keterkaitan rasional adalah sesuatu yang attainable (paling mungkin diraih) berdasarkan kemampuan, keahlian dan kekuatan anda.


3. Spesifik


Tujuan harus dirumuskan menjadi bentuk representasi padanan fisik yang khusus dan jelas. Tidaklah cukup hanya dengan menulis bahwa anda ingin kaya atau terhormat karena hal itu tidak memenuhi unsur kejelasan dan spesifik. Dengan kata lain, spesifik yang dimaksudkan disini adalah bahwa rumusan tujuan hidup anda harus memiliki tolok ukur (ada suatu standard yang ingin dicapai)dan measurable (dapat diukur sejauh mana perkembangan anda dalam mendekatakn diri pada tujuan).


4. Bermakna


Tujuan hidup harus berupa sesuatu yang relevan dengan kondisi diri anda. Artinya sesuatu tersebut harus berupa objek yang berguna bagi anda. Jika anda sedang menganggur, maka tujuan hidup yang paling bijak adalah mendapatkan atau menciptakan pekerjaan.


5. Batas Waktu


Tulislah batas waktu yang jelas, kapan tujuan hidup anda bisa dicapai dengan pentahapannya. Klasifikasikan tujuan hidup anda menjadi tiga: jangka pendek – menengah – jangka panjang.

Dengan memahami rumusan tekhnis di atas, bisa saja dielaborasi sesuai kepentingan, cobalah mengaplikasikannya ke dalam wilayah – wilayah sentral. Umumnya manusia memiliki sejumlah wilayah sentral tertentu: karir, keluarga, kesehatan fisik, format lingkungan yang anda pilih, pengembangan SDM, kematangan spiritual dan moral, status social dan budaya.

Realisasi

Untuk dapat merealisasikan tujuan hidup anda maka diperlukan beberapa langkah sebagai berikut:


1. Pentahapan


Jangan tergoda untuk menjalankan seluruh keinginan sekali dalam satu projek hanya karena nafsu ingin cepat yang hakekatnya malah memperlambat. Pikiran anda hanya akan bekerja untuk satu objek tunggal yang spesifik. Yakinilah, jika anda bisa menyelesaikan persoalan dari bagian yang paling kecil berarti anda mampu menyelesaikan banyak hal yang besar. Persoalannya terkadang langkah pentahapan berdasarkan kemampuan yang sering anda lupakan. Kesuksesan dengan kata lain adalah proses realisasi ide-ide perbaikan secara terus-menerus berdasarkan pentahapan.


2. Visualisasi


Visualisasi adalah membendakan sesuatu yang masih gaib melalui penglihatan mental. Lihatlah model rumah yang anda inginkan di kepala anda secara lengkap dengan taman atau letak kamar mandinya. Peganglah erat-erat, semua kreasi diciptakan melalui dua tahap, yaitu tahapan mental dan terakhir tahapan fisik. Visualisasikan sesuatu yang anda inginkan sampai benar-benar mengalami kristalisasi mental atau feel of becoming or having – merasakan seakan-akan anda sudah menjadi atau memiliki sesuatu yang anda inginkan. Berilah imajinasi anda bekerja untuk membantu bukan melawan anda.


3. Inspirasi


Inspirasi adalah percikan ide-ide kreatif yang waktu dan tempatnya jarang anda kenali, kecuali anda sudah melatih-diri dengan pembiasaan. Inspirasi adalah akibat-hasil dari proses pengembangan diri. Inspirasi merupakan penemuan momentum of “Aha”. Inspirasi dapat anda munculkan dengan ‘conditioning’. Caranya? Temukan momen khusus yang menjadi kebiasaan untuk membuka dialog-diri, misalnya tengah malam atau di kamar mandi, atau lain. Agendakan untuk bertemu kenalan tanpa konsekuensi atau interest apapun selain silaturrohim. Pelajari sebanyak mungkin prestasi yang dihasilkan.


4. Target


Buatlah target pencapaian dari apa yang benar-benar anda inginkan. Memenuhi target bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu, pertama deadline matematis di mana anda menjadikan target sebagai tujuan mikro dengan waktunya yang detail. Kedua dengan cara kristalisasi mental di mana anda SEKARANG ini seakan-akan sudah merasakan vibrasi fisiknya dari apa yang anda inginkan. Jangan sekali-kali mengundang kehadiran virus "NANTI" karena ia seringkali menawarkan bujukan yang berarti tidak pernah terjadi. Dengan berpikir NANTI, anda telah kehilangan daya tarik ke arah “Menjadi” atau “Memiliki” saat ini.


5. Keyakinan


Keyakinan menentukan karakter hidup terutama ketika anda menghadapi tantangan. Karakter sukses diciptakan dari keyakinan sukses dan begitu sebaliknya. Di tengah anda menjalani proses realisasi, mudah sekali virus muncul dan hanya bisa dilawan dengan keyakinan anda. Virus itu adalah rasa ragu-ragu, pesimisme, rasa tidak berdaya melawan tantangan, rasa malas, rasa putus asa, dan pasrah terhadap kemauan realitas. Oleh karena itu, ciptakan keyakinan sukses dengan mendatangkan sejumlah alasan yang bisa diterima oleh keyakinan anda.


6. Kesadaran Proses


Kalau anda menyaksikan bahwa ada seseorang yang hanya berjualan air putih bisa hidup mandiri tetapi kemudian anda dapatkan pemegang gelar akademik tidak mandiri, maka pembedanya tidak lain adalah kesadaran proses. Penjual itu telah menempuh proses yang memungkinkan terbentuknya sistem hidup mulai dari mana ia mengambil air lalu kepada siapa ia menjualnya, dst. Sistem bergerak stabil. Keahlian, ketrampilan, atau ijazah akademik tidak bisa mengganti peranan proses oleh karena itu siapa pun anda, maka anda harus tetap menempuh tangga proses yang sudah menjadi undang-undang hukum alam.


7. Interaksi


Anda tidak mungkin sukses meraih tujuan tujuan itu seorang diri. Ibarat baterai, sebesar apapun kandungan watt-nya maka selamanya tidak akan menciptakan cahaya selama tidak diinteraksikan dengan perangkat lain yang menjadi pasangannya. Sama juga dengan tujuan anda. Seni bagaimana tujuan anda diinteraksikan kepada pihak lain yang menjadi pesangannya harus anda miliki. Mengapa seni itu diperlukan? Terkadang anda mencipatakan interaksi tujuan bukan dengan pasangannya sehingga melahirkan dua kemungkinan yaitu interaksi tersebut tidak bekerja atau malah merusak tatanan.

Uraian singkat di atas setidaknya bisa memberi gambaran bahwa ibarat mendirikan bangunan gedung, maka fondasilah yang pertama kali harus dipikirkan. Tak ubahnya juga dengan hidup anda. Jika anda sudah memahami bahwa setiap hari berpikir untuk mengubah tatanan konstruksi bagian atas, bahkan bisa jadi berniat untuk mengubah bangunan menjadi gedung bertingkat, sudahkah anda memikirkan tentang pondasi personal anda?. Semoga berguna.(jp)

Label:

Sabtu, 18 Oktober 2008

Panass......panas.....

Panasss.........panasss.......

gak tau napa akhir" ni cuacanya aje gile panas sanget. 

tubuh terasa meleleh. otak terasa mendidih. kulit terasa melepuh. upil terasa garing *lho!*

berharap aja panasnya gak keterusan.....

Label: